Cloudy [PART 2]
Malam hari ini, hujan turun membasahi seisi kota. Membuat aktivitas
setelah matahari terbenam menjadi lenggang dan terkesan sepi. Mungkin masih ada
beberapa orang yang berniat menerobos hujan, atau melapisi dirinya menggunakan
payung maupun jas hujan. Tapi itu tidak berlaku bagi tiga gadis dengan mangkok
mie instan berkuah, dan layar TV yang menayangkan film kolosal.
Leya menyeruput mienya, dengan mata yang masih setia menghadap ke
kilasan kejadian di layar TV berukuran extra. Tidak jauh berbeda dengan
Leya, Asha menghangat diri di atas sofa ditemani mangkok mie bertoping sayur
dan beberapa krupuk. Tangannya sesekali bergerak untuk mencelupkan kerukuk ke
dalam kuah mie, menunggunya sampai layu, lalu dimakannya.
Sedangkan Vira? Vira setia dengan setumpuk buku di sampingnya.
Menggunakan kacamata baca agar matanya tidak terlalu lelah menatap
tulisan-tulisan kecil itu. Mie Vira berwarna hijau, dan telah mengembang
sempurna.
Kalau kata chef Juna, itu… “Kamu masak over cook!!”
Masih tidak ada suara, sampai beberapa menit kemudian, sebuah deringan
mengejutkan mereka bertiga. Asha yang tersedak krupuk, Leya yang langsung mem-pause
film, dan Vira langsung mengangkat garpu, siap melempar.
“Ck!” Umpat Asha. “Itu hp siapa yang bunyi?!”
“Bukan gue, hp gue di silent. Lo ga, Sha?”
“Bukan nada dering Hp gue.” Asha menyahut, lalu mereka berdua serempak
menoleh ke arah Vira yang tidak terganggu.
“Apa?”
“Hp lo bunyi.” Mengernyit, tak ayal Vira bergegas bangkit, menuju kamar
untuk mengambil benda pipih yang sedang rewel.
“Tumben banget lo ada telpon, dari siapa?” Tanya Leya saat Vira berjalan
kembali.
“Gatau. Gaada nomor.” Vira mematikan sambungan itu, lalu menekan tombol power
off.
“Siapa tau penting, Ra.” Komentar Asha.
“Kalo penting gamungkin nomornya di-hide.”
Di lain sisi, Alvin menatap datar teman-temannya. Menahan nafas untuk
menyabarkan kekesalannya.
“Coba sekali lagi, Vin.” Saran Reno. Ialah yang paling semangat dalam
hal ini.
“Kembaran gue udah berbaik hati nge-hack akun sekolah buat nemu
itu nomor HP. Jangan disia-siain elah.” Cerca Lian gemas.
“Gue gaminta!” Sungut Alvin tidak terima. Yang ada, disini malah dia
yang menjadi korban, setelah insiden PDKT terselubung itu. Yang membuat apel
jadi tersangka utama.
Saat tau bahwa Alvin baru saja bertemu dengan Vira, yang nota bene-nya
siswa paling untouchable seantero Dreams, Lian, Reno, dan Firhan
langsung heboh begitu sampai di rumah Alvin. Terus merecoki Alvin dengan banyak
pertanyaan yang tidak masuk akal. Dan berakhir pada Rian yang mereka paksa
untuk mencari nomor HP Vira bagaimanapun caranya untuk melancarkan PDKT Alvin.
Baik bukan? Baik sih baik, tapi Alvin tidak diperbolehkan untuk
mencantumkan nomor HP-nya, bagaimana jika Vira malah merasa terganggu lalu
mengadukannya pada pihak sekolah? Bisa runtuh wibawa mereka yang sudah di cap
sebagai Most Wanted Boys of Dreams.
“Coba sekali lagi, Bro!” kata Firhan mengambil alih benda pipih itu.
Namun naasnya, sambungan tidak tersedia karena mungkin HP sudah dimatikan.
Serempak terdengar desis kecewa yang terlalu hiperbolis.
“Yaah! Si Alvin lemot. Kayak siput.”
“Salahin aja gue. Atas semua kedurjanaan lo!” Alvin menggeplak kepala
Lian, dibalas cengengesan. Rian sendiri sudah mundur sedari tadi. Ia lebih memilih
untuk menonton TV dan memakan snacks yang ia beli tadi. Malam hari libur, siapa
yang tidak suka ini?
“Selain Asha, siapa sih itu temennya Vira yang satu lagi?” Kata Reno
memancing.
“Leya?”Jawab Firhan otomatis.
“Naaah! Situ! Lo lagi PDKT-an sama dia, ‘kan? Gokil banget dah! Si Leya
aja chat!” Reno menepuk-nepuk bahu Firhan dengan bangga.
“Apa hubungannya Leya sama Vira?” Tanya Lian tidak mengerti.
“Pasti ada! Gini nih, seumpama misalnya Leya lagi ngebet sama si Firhan,
kita ajak aja mereka semua jogging besok, gimana? Sekalian lo ketemu
sama Vira, Vin! Udah banyak yang deketin dia, tapi satupun gabisa. Langsung
ditendang keluar. Dan ada juga yang malah di patahin lengannya.”
“Eh buset dah! Seriusan?” Alvin melotot kaget.
“Tanya Rian. Dia saksi mata.” Lian menunjuk Rian dengan dagunya.
“Ck! Iya.”
“Buruan chat Leya! Pasti bakalan cepet balesnya!” Ujar Reno
melihat Firhan yang sedari tadi bengong memandang HP.
“Lo kenapa dah?”
“Masalahnya gue gadapet bales chat-nya dari tadi.”
“Tenang. Sok asik aja, lupakan masalah, langsung ke pokok bahasan.”
Manis sekali kata-kata motivasi dari Reno.
“Yaudah gue coba.”
Firhan mengetik beberapa pesan balasan sebelum bertanya kembali. Alvin
diam menyimak. Dalam hati berdoa juga untuk keberhasilan misi Reno Lian yang
mendadak.
Sepertinya, Tuhan sedang berbaik hati dengan mereka semua. Notifikasi
berbunyi dari ponsel Firhan tidak lebih dari satu menit setelah ia mengirimkan
pesan.
“Tuh, ‘kan! Bener kata gue! Langsung dibales! Cewek tuh cepet leleh kalo
udah suka cowok. Alesan utama si Reno masih jadi Fuckboy sampe
sekarang!” Sindir Lian terang-terangan.
“Gue ga ngelak.” Jawab Reno enteng.
“Mau?” Tanya Alvin ikut mendekat.
“Masih nanya sama temennya.” Firhan memperlihatkan layar yang berisi
percakapannya dengan Leya.
“Taruhan gimana?” Lian melancarkan ide dengan sigap. Alvin mengerutkan
kening.
“Taruhan apaan?”
“Milih antara Vira mau atau enggak. Yang menang ditraktir yang kalah.”
“Gue tim Vira gamau.” Cetus Reno langsung. Nyari aman laah… seorang untouchable
girl mau diajak jogging? Mungkin hanya 20% kemungkinan.
“Gue tim Reno.” Firhan juga ikut berbicara. Alasannya tidak jauh berbeda
dengan Reno. Hanya saja, itu lebih refleksi dirinya sendiri. Jika ia menjadi
Vira juga akan sangat memilih untuk mudah tergiur dengan ajakan orang.
“Gue ngikut si Reno ajalah! Lo gimana?” Tanya Lian pada kembarannya.,
“Gue pilih tim Vira mau.” Ujar Rian.
“Karna gue berdoa yang positif, gue ngikut Rian.”
“Bwahahaha! Siap-siap traktir kita.” Reno bereuforia. Alvin tersenyum
sinis. Lihat saja nanti!
…
Leya berjerit histeri saat notifikasi pesan dari Firhan muncul di layar
HP-nya. Bahkan, ia mengajak jogging bersama esok hari. Mungkin benar
kata mamanya. Jika sedih-sedih dulu, nanti bahagianya di panen. Dan sekarang,
Leya tengah memanen kebahagiaan itu.
“Lo kenapa sih?” Tanya Asha heran.
“Sha! Gue diajak jogging sama Firhaaaan!” Leya langsung memeluk
Asha tanpa aba-aba.
“Oh ya? Selamaat.” Ujar Asha tak selera.
“Dia juga mau ngajak temen-temennya bareng nih! Gue disuruh ngajak lo
sama Vira juga.” Leya menambahkan saat pesan lain kembali masuk.
“Temennya si Firhan siapa aja?”
“Itu lho. Yang gue ceritain. Rian Lian, Reno, sama si murid baru. Siapa
namanya Ra?” Tanya Leya.
“Gatau.”
“Most wanted-nya Dreams banget!” Jerit Asha ikut-ikutan. “Ayook,
gue juga ikut.” Asha nampak bersemangat. Sedangkan Vira hanya mendengus tidak
suka.
“Gue gaikut. Mau tidur.” Ujarnya, yang tentu dibalas pelototan oleh Asha
dan Leya.
“No! gue ga nyuruh lo milih. Lo harus ikut!” Ujar Asha tak
terbantah. Leya ikut mengangguk menyetujui.
“Ayolah Ra… setahun lagi kita bakal masuk masa Ujian, lo denger? Ujian!
Kapan lagi bisa nyantai-nyantai gini.” Kata Leya.
Vira menggeleng. Fokus pada buku bacaan dan lima buku di sebelah kirinya
yang mengantri untuk dibaca. Ia lebih memilih untuk diam dirumah dan membaca
semua buku. Bukannya nerd. Tapi memang itulah hobinya. Buku apapun di
baca. Ia bukan seorang murid yang memakai kacamata tebal dan rambut di kepang
dua setiap ingin berangkat ke sekolah. Sungguh jauh dari itu.
“Gue buatin brownies deh lo!” Ujar Asha.
“Ga mempan.” Kata Vira, melangkahkan kakinya menuju kamar sambil membawa
buku-buku kesayangannya.
“Yaah! Ra… ayo sekali aja. Nanti gue traktir deh.” Leya mengikuti Vira.
“Lo mau apa? Buku? Novel? Kertas? Pulpen? Yang warnya abu-abu semua deh. Lo mau
apa? Gue beliin.”
“Mau tidur.” Ujar Vira enteng. “Lo berdua aja kesana. Gue jaga rumah.”
Gadis itu menyelimuti dirinya dengan selimut berwarna abu-abu. Bersandar di
dinding, kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
“Ah elah, rumah lo juga gabakal pergi kalo ditinggal.” Celetuk Leya
gemas.
Sedangkan Asha berpikir sejenak, sebelum menarik tangan Leya keluar,
lalu membisikkannya sesuatu.
Seketika mata Leya berbinar cerah. Menatap Asha sambil mengangguk
senang. Mereka ber-high five ria sembari cekikikan.
Vira hanya diam menghela nafas. Entah apa yang mereka rencanakan.
Paginya, suara bising sudah memenuhi indera pendengaran Vira. Siapa lagi
yang melakukannya jika bukan dua orang gadis yang sedang ngebet ingin bertemu
dengan pangeran idamannya.
“Raa!
Bangun Raa!!” Teriakan cempreng yang sanggup menulikan kuping dengan sekali
hentakan menggema diseluruh rumah.
Vira
berdecak kesal. Ia menggulung dirinya semakin dalam ke selimutnya. Matahari
saja belum bangun, ogah bener Vira disuruh bangun.
“Banguuun
Raa! Ayoook.” Entah dari mana datangnya, Asha sudah berada di atas tempat
tidurnya, melompat-lompat ria sambil meneriaki namanya beribu kali. “Raaa! Ayo
dooong, bangun, bangun, banguun.”
Tidak
cukup pagi-pagi buta melompat-lompat, Asha juga menarik selimut yang ia pakai
dengan kencang.
“Banguun
kebo! Gue udah buatin lo segala jenis kue coklat!” Pekik Asha gemas.
“Lo
aja yang pergi, gue jaga rumah.” Erang Vira setengah hati.
“Rumah
lo gabakal kabur kalo ga dijaga. Cepetaaan anjir!”
“Ga.”
“Gaada
penolakan.” Leya masuk dengan nampang berisi kue coklat aneka macam. Dengan
santainya ia melahap tanpa memedulikan tatapan horror Vira. “Lo galiat ada yang
salah di kamar lo?” Tanyanya memancing.
Vira
mengernyit dengan muka bantal. “Apa?”
“Mikir
lagi coba.”
Vira
melihat ke sekeliling kamar dengan luas 7x7 tersebut. Sepertinya tidak ada yang
hilang. Tas, rak sepatu, gantungan baju, lukisan panda,…
Vira
memicingkan matanya. Ada yang janggal.
“Lo….”
Vira masih menelisik. Lalu saat menyadari kejanggalannya, manik matanya
langsung menghunus tepat ke dua teman laknatnya.
“Lo
hilangin barang-barang abu-abu guee!” Pekik Vira tidak terima.
Bangkit
dari kasur terburu-buru, lalu mengecek satu persatu. Bahkan ia tidak sadar,
bahwa ia tidak memakai piyama, melainkan baju sport berwarna biru senada.
Asha
memangguk menyetujui. “Kita udah sembunyiin barang-barang lo. Jadi…” Ia
menimang sejenak sebelum berkata, “Lo harus ikut, gaada bantahan.”
“Terserah!”
Kata Vira pasrah, sambil meratapi orname abu-abu yang telah lenyap tak bersisa
dari kamarnya.
Dengan
langkah gontai, ia meninggalkan kamarnya yang nampak tidak menarik lagi, lalu
merebahkan diri ke sofa yang berada di ruang keluarga.
“Ck!
Bangun onyet!” Leya berseru gemas.
“Udah
bangun.” Kata Vira singkat.
“Maksud
gue berdiri.”
“Mager.”
Vira kini asik dengan kue coklatnya yang telah beralih tangan sepenuhnya dari
Leya.
Asha
tidak berkomentar banyak. Ia cekatan mengambil sisir, lalu mempreteli rambut
hitam Vira dengan telaten.
“Udah
cantik ‘kan gue?” Kata Leya berkedip. Memutar-mutar badannya untuk melihat ke
belakang.
Asha
hanya berdesis, tidak berniat menjawab. Diantara mereka bertiga, tidak ada yang
bisa menyaingi eksistensi dari Leya.
Vira
yang jijik sendiri, malah refleks melempar bantal ke arah Leya. Daaan…
Haap!
Tepat sasaran.
Bantal
itu mulus mencium wajahnya.
“Maskara
gueeee!!”
Sedangkan
yang melempar hanya terkekeh senang.
…
Alvin
menatap teman-temannya satu persatu. “Jadi? Gimana?” Tanyanya.
Firhan
mendongak, menguap sebagai balasan. “Ga gimana-gimana. Kita tunggu aja.”
Jawabnya.
Mereka
kini telah berada di salah satu taman kompleks yang lumayan besar. Taman yang
memang diperuntukan untuk berolahraga. Terbukti dengan fasilitas lengkap yang
dimilikinya. Lapangan yang luas dan arena yang aman menjadi point plus mereka
untuk bertemu disini. Dan point plusnya, tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
“Tawaran
masih berlaku ‘kan bro?” Ujar Reno.
“Woh
jelas dong!” Kata Lian bersemangat, di balas dongkol oleh Alvin. “Lo udah bawa
uang lebih ‘kan Vin?”
“Masih
jaman cash?” Timbrung Firhan.
Lian
tertawa. “Si Rian kagak nyiapin uang, jadi siap-siap aja lo yang bayar semua.”
Yang
disebut namanya hanya membuka mata santai, lalu berdecih. “Yakin?” Katanya
sinis.
Mereka
berdua sangat tidak nampak sebagai kembaran jika dilihat dari sifatnya, namun
jika dilihat dari fisik. Hanya segelintir orang yang bisa mengenali mereka
dengan benar.
“but…
Kita kepagian kagak sih?” Kata Reno melihat langit yang masih berwarna
gradasi oranye.
“Cewek
dandannya lama, paling juga sejam lagi baru nyam-“ Ucapan Firhan terpotong kala
dari arah belakang, terdengar suara yang membuat mereka memokuskan penglihatan
lebih.
“Haiii.”
Firhan
melongo. Lebih-lebih lagi Reno dan Lian.
Disana
sudah berdiri Vira. Bersama ciri khasnya dan mulut yang sibuk mengunyah kue
coklat.
“Give
me your new ipad.” Kelakar Alvin telak.
Comments
Post a Comment