Kupas! Novel Sejarah "Laut Bercerita" karya Leila S. Chudori

 

Novel yang berjudul “Laut Bercerita” karya Leila S.Chudori,  menceritakan sejarah kelam bangsa Indonesia dulu. Sejarah yang tidak pernah atau tidak terlihat nyata di mata publik, dan jauh dari apa yang selama ini dipelajari di sekolah. Dalam novel ini, pembaca akan dibuat untuk menolak lupa terhadap sejarah pergerakan Indonesia. Pembaca diajak meyelam kembali ke zaman Orde Baru yang terkesam kejam dan diktaktor. Terbukti dengan minimnya rakyat yang dapat menyuarakan suara secara bebas, dan banyak kasus penculikan, dan hilang entah kemana dari kalangan aktivis-aktivis saat itu. Novel ini bercerita pada latar waktu tahun 1998.

Novel “Laut Bercerita” mengisahkan dalam dua sudut pandang yang berbeda. Yaitu yang pertama adalah Laut, yang menyangkut lebih ke dalam persahabatan dan penghianatan, dan yang kedua adalah Adik Laut, mewakili perasaan keluarga saat itu.

matilah engkau mati

Kau akan lahir berkali-kali”

Awal membuka buku, dipertemukan oleh syair yang akan menemani pembaca untuk menyusuri urat nadi dalam cerita ini. Novel ini mengisahkan tentang Laut bercerita, ya dan itu memang benar-benar Laut yang bercerita. Tokoh utamanya bernama Biru Laut, yang merupakan mahasiswa jurusan Sastra Inggris di Universitar Gajah Mada (UGM). Alasannya masuk di kampus tersebut adalah tidak jauh dari rasa keingintahuannya tentang banyak hal juga berdiskusi dan membagi pemikirannya agar kehidupan Indonesia dapat lebih maju lagi dalam perkembangan. Namun, Laut mengetahui bahwa jika ia hanya mengenyam pelajaran di kelas dengan duduk manis mendengarkan dosennya bercerita, ia tidak akan bisa maju. Karena point penting yang seluruh dosennya ajarkan hanya tentang disiplin ilmu pengetahuan. 

Di kampus, Laut bergabung dengan kelompok aktivis Wirasena yang bermarkas di Seyegan atau sering disebut dengan Rumah Hantu, karena letak markasnya jauh dari tempat apapun. Wirasena merupakan kelompok golongan aktivis yang saat itu sangat ditentang oleh pemerintah. Organisasi ini merupakan organisasi yang memihak pada kaum kecil seperti buruh dan petani. Tugas sehari-hari organisasi ini adalah membahas buku yang saat itu sangat dilarang keras oleh pemerintah, seperti buku karangan Ananta Pramoedya dan penulis lain yang bukunya dapat membuka wawasan bahwa saat ini kondisi Indonesai tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Anggota dari kelompok Wirasena yang juga merupakan sekelompok sahabatnya meliputi Kinan yang merupakan ketua dari kelompok ini, Sunu, Alex, Daniel, Gala, Gusti, Ahmad, Coki, dan Naratama. Ada juga adik-adik tingkat yang ingin belajar ilmu kiri, dan memilih masuk ke dalam kelompok Wirasena. Di kelompok tersebut juga, Laut mendapatkan cintanya. 

Tahun 1998, diceritakan Laut menjadi Sekjen Wirasena sekaligus buronan pemerintah pada masa orde baru, bersama teman-temannya yang lain, dan khususnya Kinan sebagai dalang atau ketua Wirasena ini. Mereka selalu berpindah dari satu tempat-ke tempat lain yang terpencil, hingga polisipun tidak bisa menjangkaunya. Aktifitas yang selama ini mereka jalani seperti menanam jagung di Blangguan pun telah diketahui oleh pemerintah. Seperti ada anggota diantara mereka yang melakukan penghianatan. 

Bocornya salah satu aktivitas seperti peristiwa Balangguan, Demo di Surabaya, aktivitas di Klender dan acara seminar untuk membahas unjuk rasa yang gagal, membuat Laut dan beberapa kawannya mencurigai Naratama sebagai agen ganda. Namun, pada ujung cerita, hal itu dibuktikannya salah, dan terkuaklah siapa agen ganda yang sebenarnya.

Kisah pada saat hidup berpindah-pindah, Laut sering menulis puisi dan cerpen lalu mengirimkannya ke surat kabar dan majalah. Saat itu, ia mengirimkannya ke majalah Tera dengan nama samaran. Salah satu cerpennya berjudul “Rizky Belum Pulang.” Cerpen itu ia tulis dengan harapan bahwa keluarganya akan membaca cerpen tersebut. Dalam tulisan itu ia ingin meyakinkan keluarganya bahwa ia baik-baik saja, dan akan pulang. Terbukti dengan kata 'belum' pada judul cerpen tersebut. Ia sendiri sangat menyesal akan predikat sebagai buronan yang disandangnya sekarang. Karena hal itu, kini semua identitasnya terungkap di publik. Dari pekerjaan orangtuanya, bahkan adiknya dan dimana kampus kuliahnya. Tentu itu membuat citra keluarganya di mata orang-orang terlihat bermasalah. 

Tahun 1998 merupakan tahun yang kelam dan gelap, dimana orang-orang hilang tanpa kabar, disiksa, dan dibantai. Pada tahun itu pula, Laut dan sahabat-sahabatnya di Wirasena berhasil diringkus dan dijebloskan ke penjara yang sangat keji. Namun, ada yang dibebaskan seperti Alex, Daniel, Naratama, Coki, Hamda dan lima orang lainnya. Mereka yang disekap selalu di siksa, seperti di setrum berkali-kali, diberi semut rangrang, serta ditendang hanya karena satu tujuan. Yaitu, agar mereka membuka mulut terhadap dalayang dari Wirasena dan siapa yang membiayai kelompok tersebut selama ini. Ketika sedang merasakan ribuan tekanan dan rasa sakit, perasaan Laut diperparah lagi dengan terkuaknya siapa agen ganda yang selama ini menyelip di Wirasena. Perasaannya compang-camping tidak menentu, kecewa, dan sedih. Ia bercerita bagaimana rasanya sakit saat dikhianati oleh sahabat sendiri. Orang yang paling ia percaya, bahkan selama ini telah memegang pisau di belakangnya, dan berhasil menikam.

“Aku hanya ingin kau paham, orang yang suatu hari berkhianat pada kita biasanya adalah orang yang tak terduga, yang kau kira adalah orang yang mustahil melukai punggungmu,” –Bram

“Kita harus belajar kecewa bahwa orang yang kita percaya ternyata memegang pisau dan menusuk punggung kita. Kita tak bisa berharap semua orang akan selalu loyal pada perjuangan dan persahabatan.”-Bram

 Setelah berhari-hari mendapatkan tekanan dan siksaan, Laut beserta teman-temannya di bawa ke tempat yang memiliki nama yang sama dengannya. Apalagi jika bukan genangan air besar dengan hamparan biru. Laut. Walau matanya tertutup, kepalanya terus berukucuran darah, kakinya tak lagi merasa, dan tangannya diikat dengan pemberat, Laut masih bisa merasakan bahwa karna itulah ia diberi nama Biru Laut. Burung-burung seakan menguatkan hatinya yang rapuh tak terbentuk, menari-nari di atas langit dengan bebas, melihat dirinya terbeban di bawah sini. Tidak lama, Mereka  di dorong, dengan pemberat yang terus menarik turun. Ditenggelamkan begitu saja bersama,  dengan semua cerita yang belum sempat ia sampaikan kepada Indonesia. 

Disudut pandang lain, yaitu Asmara Jati. Sang adik dari Biru Laut sekaligus kekasih dari Alex Perazon bercerita tentang bagaimana nasib keluarga yang ditinggalkan. Kisah Asmara, dimulau pada tahun 2000-an.

Duka kehilangan anak secara tiba-tiba membuat banyak keluarga hidup dalam penyangkalan. Hidup dalam ilusi setiap harinya, dan terombang-ambing dalam keraguan dan tanpa kepastian. Ayah dari Asmara, masih sering dan tetap menyiapkan empat piring dalam ritual makan malam mereka saat berada dalam kehidupan yang selayaknya. Memutar lagu yang menandai kehadiran Laut, membersihkan buku-buku dan kamar milik Laut. Mereka hidup seolah-olah suatu saat Laut akan datang secara tiba-tiba. Mereka semua mencoba untuk menghibur diri, meski hidup dalam belenggu kemungkinan. Mungkin Laut masih hidup sebagaimana biasanya dan Bahagia, dan mereka sukar menerima kemungkinan bahwa putra sulungnya sudah tidak bernafas lagi.

Disinilah peran Asmara dimulai. Ia berusaha dengan keras meyakinkan kedua orangtuanya bahwa kakaknya, Laut tidak akan pulang, tidak akan pernah pulang. Walau, ia sendiri tidak tau apakah kakaknya masih hidup, sehat, dan baik-baik saja. semua pemikiran itu hanya menjadi tanda tanya besar. Ia sangat merasakan bagaimana hidup sebagai keluarga yang ditinggalkan tanpa sebuah kepastian. Jika memang anaknya masih hidup, katakanlah dimana. Namun, jika seandainya laut telah tiada, mereka ingin sekali mengetahui, dimanakah anaknya dikuburkan, dan apakah dikuburkan secara layak?

Tidak ada yang menyenangkan dari hal berimajinasi seperti apa yang selayaknya terjadi. Zaman sebelum revolusi,adalah jaman dimana Indonesia berada di titik gelap dan suram. Korupsi dimana-mana, pemerintah diktaktor yang sangat bertentangan dengan dasar negara.

Yang kritis dibungkam, dan yang diam terinjak-injak. Masih banyak lagi fakta sebelum jaman revolusi yang masih awan diketahui oleh publik. Dalam Novel “Laut Bercerita” beberapa fakta kembali terkumpas tuntas. Kekejaman orde baru dalam memerintah. Pelanggaran hak asasi manusia. Kita diajak untuk menolak lupa akan sejarah Indonesia. Dan, mencoba terus mengingat puing-puing memori yang masih muncul dalam permukaan. 

oleh : Ni Putu Karisma Dewi

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana?

S(t)ick with U

UNTUK SIA