Struggling

 WARNING ! this story is one part of a true story. I just want to share what teenagers usually go through.  Sorry if I make a mistake when I write all the story on my blog. And thank you for coming and reading. Love for me to you. 💌

Hai. Untuk kalian yang mengkhawatirkanku dari balik kemarahan, menyayangiku dari balik penghinaan, dan mencintaiku dibalik rasa sakit. Aku sangat mengerti, apa yang kalian lakukan padaku, semata-mata adalah untuk menjagaku. Namun, mengertilah juga, bahwa bukan kalian saja yang perlu kumengerti. Dengan kata lain, cobalah mengerti tentangku, seperti aku mengerti tentang kalian. Apa yang aku suka, dan apa yang aku tidak akan pernah lakukan. Percayalah padaku, seperti aku mempercayakan seluruh hidupku pada kalian. Terkadang, aku juga merasa lelah, dan aku ingin memberi tahu, menjadi diriku juga sama melelahkan seperti menjadi kalian. 
Aku tidak ingin hal yang bisa digenggam, tapi aku membutuhkan pengertianmu. Walau, mungkin memang aku yang bersalah. Tapi percayalah, bahwa aku mengerti dimana dan kapan batas itu tidak boleh kulampaui. 
Dengarlah sejenak, aku sudah tumbuh besar semakin hari. Biarkan aku memilih untuk beberapa kesempatan. Mungkin aku sadar, bahwa hidup ini hanya abu-abu, bukan hitam lalu putih. Tidak ada yang salah atau benar. Hanya ada menyerah dan berjuang. Biarkan aku merasakan bagaimana berpijak pada keputusan sendiri, agar jika suatu saat aku gagal, aku tidak mengutuk kalian dengan segala sumpah serapahku. 
kisah absurd ini kupersembahkan, dari hatiku yang terdalam. Dari sisa emosiku, yang entah berapa lama telah terpendam. 
Terima kasih dan maaf. 

*Made from love*
@akarism.

Desir angin pantai pada senja kali ini, mampu membuat kelopak mata Jill Vaire enggan untuk terbuka. Gadis itu tetap diam, duduk di tebing, berhadapan dengan samudra lepas di depannya. Aroma lembut jagung bakar, dan alunan akustik dari kedai seberang jalan seperti hanya pemeran pembantu.

Nafasnya teratur, berusaha untuk menghalau semua pikiran yang berkecamuk ria di pikirannya. Bibirnya beberapa kali bergerak-gerak kecil seperti menggumamkan sesuatu, dengan mata yang masih tertutup rapat. Keringat yang beberapa menit lalu masih bersarang di setelan olahraga hitamnya, kini telah hilang separuh. Beberapa anak surai dari rambut legamnya bergerak bebas mengikuti arah mata angin.

Matahari semakin tenggelam dalam cakrawala, mungkin beberapa menit lagi, rona merah jingga menghilang, tergantikan dengan ungu biru berubah hitam. dan Jill akan tetap pada tempatnya sampai langit terhiasi bintang malam.

“Sampai kapan kau akan di sana, Jill?” teriak seseorang memanggil namanya, mengintrupsi Jill.

Gadis itu tertegun, membuka matanya pelan. Melihat laki-laki yang kini sedang berusaha memarkirkan sepedanya di sebelah sepeda Jill. Nafas laki-laki itu terdengar tidak berirama, keringat membanjiri wajah putih bersihnya.

Jill tidak menyangka bahwa dirinya akan ditemukan oleh laki-laki itu. Dan selalu begitu. Padahal, ia sudah memilih tempat yang jauh dari jangkauan.

Dengan langkah tersedat-sedat, ia menghampiri Jill yang masih diam mematung melihat laki-laki itu.

“Kenapa kau belum pulang? Ini sudah mulai malam, Jill.” Hanvi, laki-laki berbaju hitam bergambah peach! menatap Jill sendu dengan kedua bola mata berwarna coklat madunya. Han masih berusaha untuk menetralkan nafasnya, mengambil tempat di samping Jill. Duduk, melentangkan kakinya ke bawah.

“Apa kau sudah selesai dengan urusan perlombaanmu?” Jill balik bertanya. Malas jika harus menjawab pertanyaan Han.

Han menoleh, menatap Jill yang masih setia dengan sikap silanya, memandang ke depan sana, melihat detik-detik matahari yang tenggelam. Han tau gadis itu belum menjawab pertanyaan dan lebih memilih mengalihkan pembicaraannya, dan ia memilih untuk membiarkan saja.

“Kau tau bagaimana guru di sekolah kita, mereka terus memaksa padahal masih banyak kandidat lain yang ingin mengikuti ajang perlombaan itu.” Han berdecak acuh tak acuh.

“Tapi kau yang paling meyakinkan, Han. Kau sudah sejak kecil terlatih berteman dengan air, jadi berenang sepanjang seratus meter, kurasa itu bukan sesuatu yang besar.” komentar Jill.

“Aku hanya tidak ingin mengambil semuanya, Jill.”

“Kau tidak mengambil, mereka yang mempercayaimu.”

“Dan aku malas menjadi seperti yang mereka inginkan.” Han menghela nafas. “Lalu bagaimana dengamu?”

“Ada apa denganku?” Tanya Jill balik, menatap Han dengan secarik senyum kecil.

“Banyak hal terjadi denganmu.” Sambar Han. Sembari mengusap peluh, ia melanjutkan kata-katanya. “Sudahlah, Jill. Tidak ada seseorang yang baru saja mendapatkan peringkat pertama seangkatan, berubah menjadi amnesia.”

“Tapi begitu kenyataannya.” Kata Jill ringan.

“Kau sakit.”

“Dan akan selalu seperti itu.” kata Jill menekankan.

Sekali lagi, laki-laki dengan tinggi dua puluh senti lebih panjang dari Jill menghela nafas berat. Nada suaranya ia turunkan satu oktaf, bertanya hati-hati penuh perhatian pada gadis yang masih menatap ujung matahari.

“Apa kau baik-baik saja, Jill?” Pertanyaan sederhana itu terulang lagi. Selalu terulang dengan intonasi yang sama, dengan orang yang sama. Dan jawaban yang masih sama.

Sara Han memang merdu, dan menghanyutkan, jadi tak salah jika ia pernah memenangkan perlombaan musikalisasi Tanpa adanya persiapan apapun.  Kini juga pun sama, ia memenangkan secuil rasa yang telah lama hilang dari permukaan.

Tanpa gadis itu sadari, matanya berkaca-kaca. Ada sesuatu yang salah dalam dirinya yang memberontak. “Aku tidak baik-baik saja, Han.” Jill berkata lirih. Pandangannya kabur. 

Jill sebenarnya bosan jika harus seperti ini. Namun, reaksi tubuhnya selalu menghianati dirinya. 

Beberapa menit, hanya tercipta keheningan. Hingga Han bergerak, mencari posisi yang nyaman untuk duduk.

“Aku tau.” Han menimpali dengan nada santai walau sendu. Tarikan batas normal, masih terdengar di telinga Jill.

“Dan seterusnya seperti itu.” Imbuh Jill kembali mengulang logat itu. Ia mendongak ke atas, berusaha agar tidak ada air mata yang jatuh.

“Tubuh itu milikmu, air matamu. Itu semua kau yang punya, Jill.” Suara Han kembali meneduhkan. Biasanya Jika laki-laki itu sudah berkata demikian, Jill akan kembali tersenyum, seolah tidak terjadi apa-apa beberapa waktu yang lalu. 

Tapi sepertinya, tidak untuk saat ini. karena satu demi satu tetesan air mata gadis itu tak terbendung lagi, ketika satu tangan laki-laki itu mengelus lembut surai rambutnya yang lembab karena keringat.

“Kau lelah, Jill. Kau bisa istirahat sebentar.” Kata Han menenangkan.

“Kau bisa menjadi nakal untuk sementara, atau melakukan hal yang ingin sekali kau lakukan.” Han menghentikan usapannya. Laki-laki itu melanjutnya. “Aku mengerti. Kau tidak harus selalu menjadi sempurna. Lakukan sebelum kau menyesal, dan mengutuk orang yang melarangmu.”

“Tapi….” Han menarik nafas. Dadanya juga sesat, melihat gadis di sampingnya menangis dalam diam. Namun ia tidak bisa melakukan apa-apa selain mendampinginya.

“Pulanglah kembali ke rumah, Jill.”

“Setelah semua rasamu puas, dan tidak ada yang tersisa.”

“Kembalilah ke rumah, Jill.”

“Karena masih ada aku yang menunggumu.”

Jill terisak kecil. Hatinya tersayat. Ingin rasanya ia mengatakan, bahwa ia ingin juga seperti yang lain. melakukan sesuatu seperti orang sepantaranya lakukan. Ia tidak ingin lebih, hanya menikmati masa dimana ia masih bisa mengekspresikan diri secara bebas.

Dengan pergerakan lembut, Han menariknya ke dalam pelukan. “Untuk saat ini, aku tidak akan marah jika bajuku basah. Jadi, lepaskan saja apa yang kau ingin katakan.”

Teriakan kecil teredam, Jill memeluk Han erat. Menangis sejadi-jadinya di sana, mengumpat, mencaci, menertawakan dirinya sendiri.

“Kau harus percaya, Han. Aku tidak pernah berpikir seperti apa yang mereka pikirkan. Aku masih mengerti dimana batasanku, aku masih mengerti arti baik buruk. Tapi kenapa mereka sama sekali tidak mengerti, Han? Dan menganggapku masih balita yang harus diajarkan untuk berjalan?” suara Jill frustasi.

Han diam, memeluk semakin erat gadis kecilnya itu. gadis yang berbagi rahim yang sama dengannya.

 

-Singaraja, 14 Maret 2021

Hari Raya Nyepi pertama tanpa keluarga. 



 

 

Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana?

S(t)ick with U

UNTUK SIA