Confuse

 

Story made by me
Sunday May 30 2021- Confuse

I don’t know what exactly I want, but this story I made, because of my heart.

Jam menunjukan pukul satu dini hari. Udara tengah malam terasa dingin masuk dalam ke sendi-sendi. Tidak terlihat bulan di langit, mungkin karena mendung tipis menutupinya.

Albina Viora, gadis manis yang sedang bersender di palang balkon kamarnya. Selimut coklat tersampir di bahunya, dan kedua tangannya menggenggam erat mug dengan coklat panas. Ia seakan mematung dengan mata yang menatap lekat jauh pemandangan malam.

Sudah lebih dari tiga jam ia tetap berdiri di balkon, tanpa melakukan apa-apa, hanya membuang dan menghirup udara malam. Mereleksasi  pikirannya untuk sementara.

Dengan gerakan perlahan, ia menyisir rambut hitam panjangnya, mengeratkan selimut, dan meneguk coklat panas tersebut hingga tak bersisa.

Secarik senyuman terbit seketika di wajah Albina. Lega, seperti mendapatkan energi kembali. Entahlah, balkon kamar adalah salah satu tempat favoritnya setelah dapur. Ia juga tidak tau mengapa. Ia hanya suka dan merasa puas jika berada di dua tempat itu.

Saat dirasa sudah cukup untuk mengisi energinya, Albina bergegas untuk tidur. Ia mengeratkan selimutnya. Udara bertambah dingin saat angin mampir lalu pergi.

Jika semakin lama berdiam diri di sana, akan dipastikan besok hidungnya tidak akan baik baik saja, dan kepalanya pasti akan seperti mengangkat dua buah semangka besar. Jadi ia putuskan untuk berhenti, dan berbalik menuju tempat tidur.

Namun, saat hendak berbalik badan, sepasang tangan merengkuh tubuh mungilnya dari belakang.  

“Kamu udah selesai?” suara laki-laki yang begitu ia kenali menghantam indra pendengarannya. Bersamaan dengan pelukkan yang semakin mengerat.

Albina tentu terkejut, dan dengan terbata-bata ia bertanya. “K-kamu udah pulang?” tanya Albina gugup. Deru nafas yang berat, menggelitik lehernya.

“A-arka, don’t do this.” Cicit Albina, tangannya berusaha melepaskan pelukan Arka yang nota bene-nya adalah suaminya sendiri.

Ya, mereka sudah menikah satu tahun yang lalu. Saat Albina berumur 20 Tahun sedangkan Arka berumur 28 tahun. Pernikahan yang didasarkan pada surat perjodohan dari mendiang kedua orangtua Albina.

Albina tidak bisa menolak saat itu, karena orangtuanya tidak mempunyai sanak saudara satupun. Albina pikir, Arka akan menolak, namun tidak ia sangka, Arka menurut dan berlangsunglah pernikahan mereka. Pernikahan yang saat itu belum ada rasa apapun.

Namun, semakin lama, Arka menunjukan sisinya. Menunjukan cintanya pada Albina. Walau, sampai sekarang, Albina masih bimbang dengan perasaannya. Dan kebimbangan itu sering kali membuatnya merasa bersalah.

Kembali pada masa sekarang. Arka yang mendengar suara lirih istrinya malah semakin mengeratkan pelukan.

Why? Why I can do something that I have right to do.” Katanya, sambil tersenyum. Kembali melakukan aksinya, dan malah lebih memperdalam menyusup ke balik leher Albina. Beberapa kecupan singkat dilayangkannya di sana membuat Albina menahan erangan yang siap keluar.  

Hah… Albina hanya bisa menghela nafas dan berusaha tenang di posisi yang ambigu itu. Ia tahu laki-laki itu saat ini hanya ingin bermanja-manja dengannya entah berapa lama pastinya.

Yah, tidak bisa dipungkiri bahwa Arka juga manusia yang membutuhkan tempat yang nyaman. Dan bagi Arka, hanya Albina yang bisa membuatnya nyaman. Siapa lagi? ibunya? Ah… akan ada ayahnya yang siap menendang Arka kapan saja jika ia memeluk ibunya sedikit lebih lama.

Rapat dengan dewan direksi, pemantauan global perusahaan, dan survei wilayah yang dilakukan Arka tiap hari sebagai pemegang jabatan tunggal dari perusahaan besar yang bergerak di bidang IT terkadang membuatnya lelah dan bosan. Melihat tumpukan kertas yang tak pernah absen di meja kerjanya, tentu adalah hari-hari yang mengesalkan. Namun, lelah itu bisa terbayar saat melihat Albina di rumah.

“Aku kira kamu pulang pagi.” Kata Albina mengungkapkan isi hatinya. “Kamu mau mandi? Aku siapin baju ganti.” Gadis itu berusaha mencari celah dari kungkungan laki-laki yang panjangnya saja dua puluh senti lebih tinggi dari dirinya.

Arka menggeleng, matanya tertutup rapat, indra penciumannya menyesap aroma tubuh Albina kuat-kuat. “Langsung tidur aja.” Ujarnya singkat.

Albina menggeleng tidak setuju. “No! oke, udah kak, lepasin dulu.” Albina susah payah membuka pelukan Arka. “Ganti baju kamu, bau.” Katanya, mengacak rambut Arka.

“Kamu manggil apa tadi, hmm?” tanya Arka menyadari kesalahan Albina. Bibirnya sedikit lebih bermain pada daun telinga Albina. Dan tentu, membuat Albina menahan nafas sekuat tenaga.

Ehm, enough Arka.” Albina memperingatkan.

“Hmm?” wajah Arka kini telah berada tepat di samping Albina, mengecup dan menggigit pipi kenyal yang menjadi favoritnya.

“Hei, stop Arka.” Suara Albina naik satu oktaf. Ia melepaskan kukungan Arka sekuat tenaga dan Arka mau tidak mau menurut, mengikuti Albina yang masuk ke dalam kamar dan menutup balkon. Albina dengan telaten melepaskan dasi laki-laki yang saat ini menatapnya intens. Arka memang punya banyak cara untuk membuat Albina gugup.

Don’t look at me like that.” kata Albina.

Why I can’t?” goda Arka.

Just don’t.”

Do your heart beats fast?” tanyanya kembali.

Senyum smirk khas Arka Vaerro muncul. “Kamu yang salah, ‘kan aku udah pernah bilang, jangan manggil kakak lagi. kamu bukan adikku, Albina.”

Albina tersenyum kalem. Melipat dasi. “Iya maaf.” Katanya sambil lalu. “Buka baju kamu, mandi dulu. Aku siapin air hangetnya.”

Albina masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka. Menyiapkan keperluan Arka, seperti handuk, baju ganti, dan lainnya.

Arka masuk beberapa menit kemudian dengan hanya menggunakan boxer. “Mandiin, Bi.” Katanya, bersender di dinding kamar mandi.

Albina pura-pura tidak mendengarkan kalimat itu. “Kamu mau makan apa? Kamu udah makan malem?” tanyanya.

“Mau makan kamu.” Jawab Arka asal, menarik Albina untuk masuk kembali ke dalam kamar mandi.

“Ar-hmpph!” Arka mencium bibir Albina lembut, namun sedikit menuntut.

Albina yang tidak siap, hampir terlena dengan ciuman suaminya. Tidak bisa dipungkiri jika Arka adalah sosok laki-laki idaman para wanita, walau minus di sikapnya yang agak dingin dan cuek.

Arka memperdalam ciumannya, dan mulai meraba beberapa bagian tubuh istrinya.

Albina hendak menutup mata, namun perasaannya yang bimbang kembali menguasai dirinya. Ia mendorong Arka, namun dengan cepat Arka memeluknya.

Can I ?” kata Arka lembut.

Lagi …. Albina menggeleng di dalam pelukan Arka.

I’m in my period, Arka.” Kata Albina, masih dalam pelukan suaminya. Itu tidak sepenuhnya salah. Albina memang saat ini sedang mendapatkan tamu bulanannya. Tapi tidak dipungkiri, Albina merasakan rasa bersalah. Hatinya sesak, dan dalam diam ia mengucapkan beribu maaf karena menolak laki-laki itu entah keberapa kalinya.

Sedangkan Arka hanya tersenyum, lalu melepaskan pelukan mereka.

Setelah satu tahun menikah pun, Albina masih menjadi seorang gadis. Arka dengan sabar menunggunya. Bahkan ia tidak pernah memaksa Albina untuk melakukan hal yang istrinya itu benci.

Terkadang, Albina menyalahkan dirinya sendiri dan selalu bertanya-tanya kenapa sampai saat ini perasaannya masih bimbang. Padahal, Arka selalu memperlakukannya dengan baik, dan mertuanya yang selalu menganggap Albina sebagai bagian dari keluarga.

Satu tetes air mata jatuh, Albina menghela nafas lelah. Ia turun ke bawah untuk menyiapkan makanan untuk Arka.

Sedangkan di dalam kamar mandi, tidak jauh perasaaannya seperti Albina, Arka juga berusaha kembali mengerti pilihan gadisnya itu.  

 

 


Comments

Popular posts from this blog

Bagaimana?

S(t)ick with U

UNTUK SIA